Penjelasan Pakar Soal Naskah Akademik Butuh Perbaikan

Jogja, dprd-diy.go.id – Setelah mengadakan brainstorming pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penanggulangan Kemiskinan, pada Hari Senin (18/3/2019) Pansus BA 6 Tahun 2019 mengundang pakar. Sukamdi selaku Pakar Kependudukan dan Geografi dari Universitas Gadjah Mada menjadi narasumber untuk menyampaikan penjelasan terkait kebijakan penanggulangan kemiskinan. Danang Wahyu Broto, Ketua Pansus BA 6 Tahun 2019 berharap penjelasan dari Sukamdi dapat membantu proses pembahasan Raperda Penanggulangan Kemiskinan yang masih menjadi polemik bersama.

Pada dasarnya Perda Penanggulangan Kemiskinan disusun untuk merespon permasalahan pokok kemiskinan di DIY dan mengakomodasi kebijakan yang telah ada. Menurut Sukamdi terdapat beberapa persoalan teknis dalam naskah akademik, yaitu struktur tulisan, penyajian tulisan dan tabel, serta analisis yang belum mendalam. Analisis ini dinilai penting bagi Sukamdi untuk mengidentifikasi permasalahan pokok kemiskinan di DIY. Fakta di lapangan yang masih perlu dianalisis adalah data bahwa angka kemiskinan di desa turun lebih cepat serta indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di desa yang meningkat sedangkan di kota menurun. Kedua temuan tersebut dinilai perlu dianalisis kembali karena data tersebut tidak linear.

Menurut Sukamdi kebijakan makro dapat dibuat dengan memperluas kepemilikan dan kontrol penduduk miskin terhadap aset produktif, memperkuat dan meningkatkan akses terhadap pembangunan manusia, memperkuat kapasitas penduduk miskin untuk berkompetisi, melakukan desain ulang terhadap budget agar lebih pro poor, melakukan restrukturisasi kebijakan moneter, pembentukan lembaga bagi penduduk miskin, serta pemberdayaan penduduk miskin.

Sukamdi menuturkan bahwa penanganan tingkatan kemiskinan itu berbeda-beda, pada kemiskinan kronis harus ada dukungan penuh terhadap semua kapital yang dibutuhkan, seperti human, sosial, keuangan, fisik, maupun natural capital. Sedangkan untuk kemiskinan transien cara yang dibutuhkan dengan stimulasi modal finansial dengan memperbesar akses terhadap lembaga keuangan serta dukungan untuk meningkatkan human capital. “Kemiskinan yang disasar oleh perda ini harus dipetakan, apakah dia yang dimaksud itu dalam kemiskinan kronis atau kemiskinan transien. Karena penanganannya pun berbeda, jadi harus benar-benar dipetakan yang mau dituju itu seperti apa,” tegas Sukamdi.

Johanes De Britto Priyono, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY menambahkan bahwasannya data yang ada masih memiliki kesalahan, sehingga terjadi kekeliruan target sasaran alokasi bantuan warga miskin. “Mereka yang tidak pantas dapat tapi malah dapat, mereka yang sebenarnya dapat malah tidak dapat, itu mereka tinggi sekali ya datanya ada itu. Tapi polanya dalam database besar masih belum begitu selesai. Nah itu banyak yang salah sasaran,” ungkap Priyono menjelaskan akibat dari kesalahan dari data kemiskinan.

Mendengar pernyataan dari Priyono, Sekretaris Daerah DIY, Gatot Saptadi, menyarankan kepada BPS untuk membuat data yang valid untuk mengukur kategori warga miskin kronis dan miskin transien. Sama halnya dengan saran yang disampaikan Gatot, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya, Wakil Gubernur DIY, mengatakan bahwa BPS berperan penting dalam validitas data kemiskinan di DIY. “Kuncinya adalah survey dari BPS. Harapannya perda ini menjadi komperhensif, dan tidak membatasi. Bisa juga ditambahkan dari segi kulturnya, harus ada aspek sosio-kulturnya,” ungkap Wakil Gubernur DIY.

Danang berharap adanya Perda Penanggulangan Kemiskinan dapat mejadi payung hukum bagi pelaksanaan program-program kongrit pengentasan kemiskinan. “Harapannya perda ini dapat mendorong Pemda DIY mengatasi masalah kemiskinan.” (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*