Jogja, dprd-diy.go.id – DPRD DIY menerima tamu pimpinan dari Pansus DPRD Kabupaten Badung dalam rangka mencari masukan terkait Perda tentang Tata Cara Penyelenggaraan Cadangan Pangan.
Rombongan dipimpin oleh I Gusti Lanang Umbara serta dihadiri oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Daerah Istimewa Yogyakarta (DPKP DIY) dan Dinas Pertanian dan Pangan (Diperpa) Kabupaten Badung.
“Di sini kami meminta informasi terkait bagaimana mekanisme tata cara penyelenggaraan cadangan pangan, mekanisme pengadaan cadangan pangan, cara penyaluran agar tepat sasaran dan tepat guna, dan pengelolaan cara stok kualitas supaya bagus yang telah dilakukan oleh pihak DPRD DIY,” ujar I Gusti Lanang Umbara.
Pada pembahasannya, dijelaskan bahwa DIY merupakan satu-satunya wilayah yang menjadi pencetus perda cadangan pangan. Hal ini terwujud dalam Perda DIY Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan.
Berkaitan dengan mekanisme tata cara penyelenggaraan pangan, hal tersebut melibatkan Perguruan Tinggi (PT), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, dan anggota DPRD DIY. Pada tahun 2018, DPRD DIY sempat membentuk tim khusus, mengadakan rapat koordinasi, melaksanakan studi banding dengan minimal di 3 lokasi berbeda, pembuatan pasal-pasal hingga menjadi Perda DIY Nomor 4 Tahun 2018.
“Pada mekanisme pengadaan cadangan pangan, hal ini bergantung pada anggaran pangan yang diberikan oleh dewan. Apabila lebih dari Rp200 juta (setara 20 ton), akan kami lelang. Namun, apabila kurang dari Rp200 juta, maka penunjukan langsung. Kami sendiri lebih condong ke penunjukan langsung. Berdasarkan pengalaman, lelang terkadang berasnya tidak memenuhi syarat atau mengecewakan. Berbeda dengan penunjukan langsung, kita bisa melihat produsen dan distributor yang bagus itu dimana jadi hasilnya langsung bagus, waktu diuji di laboratorium itu bagus. Kemudian apabila nanti distributornya kurang bagus, nanti bisa diganti. Berbeda dengan yang lelang, tidak bisa diganti,” tutur Sumaryatin, perwakilan DPKP DIY.
Pada mekanisme penyaluran, selama periode tahun 2018 hingga 2022, sudah disalurkan sekitar 51 ton kepada masyarakat yang terkena keadaan tersier atau darurat. Pada tahun 2010, pernah disalurkan ke korban erupsi merapi melalui mekanisme yang perlu cross check mengenai penerima, alamat penerima yang kemudian dibuatkan surat oleh kepala desa, verifikasi ke lokasi, penentuan jatah per kepala keluarga, lalu perumusan hasil akhir. Selain itu, perlu adanya tanda bukti penerima.
“Kami pernah menyalurkan keadaan tersier di Poso. Kami bukan membantu dengan membawa beras ke sana, tetapi mahasiswa asal daerah tersebut yang sedang studi di DIY dan tidak bisa menghubungi keluarganya, maka kami tanggung dengan beras cadangan pangan. Kemudian beras cadangan pangan juga kami gunakan untuk stabilisasi harga. Di tahun 2012, DIY pernah mengalami lonjakan harga dan kami pernah menjual beras di bawah harga lonjakan. Saat terjadi lonjakan sebesar Rp12.000, kita jual beras Rp10.000 untuk stabilisasi harga,” jelas Sumaryatin.
Terkait mekanisme pengelolaan agar kualitas stok beras tetap bagus, DPKP DIY menjelaskan bahwa beras cadangan pangan dititipkan ke BUMD DIY. Selain pengelolaannya bagus, biaya operasional juga ditanggung oleh BUMD DIY. (rda/vi)
Leave a Reply