DPRD Prov. Riau berkunjung ke DPRD DIY Jumat, (05/10). Kunjungan tersebut untuk menambah pengetahuan terkait penggodokan Panitia Khusus (Pansus) yang dibuat DPRD Prov. Riau terkait retribusi dan pelayanan kesehatan. Mengingat DIY jauh lebih dulu mempunyai perda yang sedang digodok DPRD Prov. Riau tersebut. Ketua Pansus Jabarullah lebih khusus menanyakan tentang sejauh mana pelayanan kesehatan dan retribusi di DIY. “Mengingat DIY sudah mempunyai perda Retribusi dan Kesehatan maka hendaknya kami menimba ilmu di sini,” ujar Jabarullah. Nur Sasmito Sekretaris Komisi D DPRD DIY menjelaskan DIY mempunyai 2 Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yaitu BLUD Rumah Sakit Grhasia dan Rumah Sakit Khusus Paru-Paru. BLUD sendiri pembiayaan gaji, infrastruktur, dll masih diambilkan sebagian besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Untuk manajemen Rumah Sakit, Kabupaten / Kota dan Rumah Sakit masing-masing punya kebijakan sendiri. Salah satu persoalan yang ada di masyarakat, mekanisme dan birokrasi masih dianggap rumit dan dijauhi. “Selain mekanisme, terkadang masyarakat mengeluh karena penukaran biaya tidak sebanding yang dikeluarkan,” ujar Nur Sasmita. Maya, perwakilan dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) menerangkan Pergub yang mengatur subsidi menyebutkan bantuan maksimal 15 juta per orang kecuali yang benar-benar miskin dan penyakit gawat. Sedangkan penyakit gawat yang dimaksud antara lain penyakit yang tidak bisa dibatasi penanganannya seperti, ginjal, kanker,dll. Bagi pasien tidak mampu yang tidak kebagian kamar maka bisa memakai kamar yang kosong sekalipun diatas kelas yang penuh dengan biaya murah. “Kalau kelas 2 penuh maka pasien boleh masuk kelas 3 dengan biaya kelas 2,” ujar Maya.
Edi Susila anggota Komisi C DPRD DIY menambahkan terkait BLUD DIY masih dalam tahap pengembangan sebagai BLUD penuh yang bisa mandiri dan tidak dibiayai penuh oleh APBD. Wacana tentang Rumah Sakit tanpa kelas dan gratis juga sudah mulai dipikirkan oleh DPRD DIY. “Kita harus bisa meniru pelayanan kesehatan di negara maju dengan tanpa kelas dan gratis. Selain itu kita juga tidak boleh berpatokan bahwa peningkatan pelayanan dikarenakan peningkatan biaya retribusi,” pungkas Edi. (hms.ed).
Leave a Reply