Jogja, dprd-diy.go.id – DPRD DIY melaksanakan rapat paripurna bersama Gubernur DIY, Wakil Gubernur DIY dan jajaran eksekutif, pada Rabu (25/08/2021). Pada kesempatan ini Anton Prabu Semendawai, Wakil Ketua DPRD DIY menyampaikan penjelasan raperda usul prakarsa DPRD DIY.
Sebelumnya DPRD DIY telah mengadakan rapat paripurna internal untuk membahas raperda usulan Komisi B dan Komisi D. Keempat raperda usul prakarsa DPRD DIY yang dijelaskan yakni Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Khusus; Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam; Raperda Pengendalian Penduduk; dan Raperda Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.
Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
Anton menyampaikan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini berarti anak disabilitas pun berhak memperoleh pendidikan.
“Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tertuang bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Selain itu juga anak yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan,” ungkap Anton.
Berdasarkan peraturan di atasnya pendidikan khusus merupakan kewenangan yang ada di Pemda DIY. Peserta didik berkebutuhan khusus sendiri terbagi menjadi dua, yakni peserta didik dengan kelainan khusus seperti peserta didik yang punya tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dan peserta didik dengan kecerdasan atau bakat istimewa.
Melihat hal tersebut DPRD DIY menilai perlunya aturan yang mengatur pendidikan khusus. Beberapa latar belakang yang melandasi usulan raperda ini karena Sekolah Luar Biasa (SLB) di DIY berkembangan tidak merata di semua wilayah.
“Seringkali anak berkebutuhan khusus tidak bersekolah karena jarak dari rumah dan sekolah SLB jauh, sementara sekolah biasa belum mampu menerima (anak berkebutuhan khusus). Perlu diketahui bahwa SLB memerlukan perhatian tersendiri dari pemerintah,” jelas Anton.
Sebagai alternatif, ketika anak berkebutuhan khusus tidak dapat bersekolah di SLB maka dapat bersekolah di sekolah inklusi. Hanya saja persebaran sekolah inklusi tidak merata dan tidak memiliki sarana prasarana yang memadai.
Terkait pendidikan di SLB, tentu membutuhkan guru dengan latar belakang pendidikan khusus atau Pendidilan Luar Biasa (PLB). Berdasarkan data yang ada jumlah guru SLB sebanyak 1.261, namun hanya sebanyak 653 guru yang merupakan lulusan PLB.
“Hal ini tentu memengaruhi prestasi dan proses belajar mengajar. Pendidikan inklusi di SMP – SMK sekolah inklusi juga memiliki guru pembimbing khusus yang belum cukup,” jelasnya.
Anton menambahkan bahwa pusat sumber atau resourcing lembaga yang ditunjuk untuk mengelola pendidikan anak berkebutuhan khusus sudah rutin mengirim guru ke SLB tapi tidak berjalan dengan baik karena masalah jumlah guru terbatas, organisasi sumber daya dan pendanaan,” lanjutnya.
Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam
Anton menjelaskan bahwa perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam merupakan tanggungjawab bersama. Upaya perindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam harus ditempatkan menjadi sesuatu yang prioritas.
Kepada Gubernur, Anton menjelaskan bahwa latar belakang dibutuhkannya raperda ini adalah karena kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mayoritas tidak memiliki sertifikat, sehingga kesulitan dalam bersaing. Soal sarana prasarana yang kurang memadai masih menjadi permasalahan.
Terkait pembudidaya ikan dan petambak garam juga kesulitan dalam mengakses modal, karena lahan bukan milik pribadi dan bidang usaha berisiko tinggi serta belum memiliki lembaga hukum. Daya saing produk dan pemasaran menjadi salah satu permasalahan karena pengalaman yang dimiliki para nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam tergolong rendah.
“Misalnya sertifikasi produk garam yang belum dimiliki dan jumlah ikan yang tidak stabil. Selain itu cara yang digunakan masih memakai cara tradisional,” lanjutnya.
Permasalahan terakhir yakni sistem logistik yang belum tertata dengan baik. Beberapa nelayan masih harus mengantar ikan secara mandiri kepada konsumen.
Raperda Pengendalian Penduduk
Selanjutnya Anton menjelaskan kepentingan Raperda Pengendalian Penduduk adalah untuk mengendalikan kuantitas penduduk. Menurut penjelasannya keuntungan dari kuantitas SDM yang tinggi adalah keuntungan demografi. Sementara kekurangannya adalah dapat memicu masalah berkelanjutan seperti kemiskinan, krisis lingkungan hidup, krisis kesehatan dan sebagainya.
“Perlu aturan yang berguna untuk mempertahankan kuantitas penduduk. Urusan ini merupakan tanggung jawab yang kongruen menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota,” ungkap Anton.
Pada raperda ini dijelaskan cara untuk mengendalikan penduduk dengan cara mengendalikan kelahiran atau fertilitas, kematian atau mortalitas serta perpindahan penduduk atau migrasi. Menurut penjelasan Anton terkait fertilitas angka sangat rendah karena rendahnya kesadaran pasangan usia subur menggunakan alat kontrasespsi yang disarankan pemerintah.
Terkait angka kematian atau mortalitas jumlah kematian ibu di DIY pada tahun 2018-2019 stagnan sebanyak 36 kasus. Sementara kematian bayi tahun 2017-2019 fluktuatif berkisar di 313 hingga 318 kasus per tahun.
Soal tidak meratanya distribusi penduduk DIY, dijelaskan bahwa DIY cenderung terfokus di wilayah strategis yang menimbulkan diskualitas kesejahteraan dan pendidikan.
Raperda Penanggulangan Corona Virus Disease 2019
Banyaknya kasus Covid-19 di DIY membuat DPRD DIY berinisiatif membuat Raperda Penanggulangan Covid-19. Tujuan dibuatnya raperda ini adalah untuk membuat kebijakan yang strategis dan terpadu terkait penanggulangan Covdi-19 di DIY.
Anton menjelaskan bahwa sebanyak 114.608 orang terkonfirmasi positif Covid-19 di DIY sejak awal pandemi, dengan kesembuhan sebesar 121.906 dan kasus meninggal dubia sebesar 4.575. Hingga 22 Agustus 2021 ketercapaian vaksinasi baru sebesar 49.4% dosis 1 dan sebesar 20,32% untuk dosis 2.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DIY diketahui bahwa jumlah keteriasian tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19 mencapai angka 98%. Hingga saat ini kasus Covid-19 di DIY masih belum menunjukan perubahan yang signifikan.
Berdasarkan data dari BPS tahun 2021, DIY mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,47% per tahun dengan kontraksi sebesar 2,60%.
Pada dasarnya raperda ini mengatur penanganan Covid-19 di DIY yang meliputi tanggung jawab dan kewenangan, protokol kesehatan, vaksinasi, penanganan kesehatan dan isolasi terpusat.
(fda)
Leave a Reply