Jogja, dprd-diy.go.id – Jumat (04/09/2020) Panitia Khusus (Pansus) BA 14 Tahun 2020 mengundang sejumlah OPD dan unsur masyarakat dalam kegiatan public hearing. Pansus yang membahas Raperda perubahan Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini berharap bisa menemukan masukan terkait pembahasan raperda.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Syam Arjayanti menyampaikan bahwa selama satu tahun alih fungsi lahan pertanian dapat mencapai 400 hektare. Syam mengatakan 104 ribu hektare lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi bangunan.
“Lahan ini sebagian besar dibeli oleh orang di luar DIY untuk dibangun sebuah pemukiman. Catatan kami saat ini sudah ada sekitar 104.000 hektare lahan yang beralih fungsi menjadi bangunan-bangunan,” ungkapnya di Ruang Rapat Paripurna Lantai 1 Gedung DPRD DIY.
Tercatat dalam raperda bahwa luas lahan pangan berkelanjutan sebesar 35.911,59 hektare. Luas lahan tersebut sesuai dengan Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DIY Tahun 2019 – 2039. Sementara dalam perubahannya ditetapkan seluas 104.905,76 hektare. Raperda ini mengatur segala hal yang bertujuan untuk melindungi lahan produktif serta upaya untuk menyejahterakan para petani di DIY.
Ketua pansus, Agus Sumartono menjelaskan hingga saat ini di kabupaten dan kota belum menetapkan definitif by name by address terkait dengan lahan pertanian berkelanjutan. Menurutnya raperda ini perlu segera dibahas dan diselesaikan mengingat dinamika pembangunan infrastruktur semakin besar dan mengancam lahan pertanian.
“Sampai saat ini kabupaten/kota belum menetapkan definitif by name by address terkait lahan pertanian berkelanjutan. Semoga kita bisa menyelesaikan perda dan segera disahkan. Perlu segera dilaksanakan karena dinamika pembangunan infrastruktur kita semakin besar yang mengancam lahan pertanian,” ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD DIY.
Selain itu menurut Guston, sapaan akrab Agus Sumartono bahwa raperda ini juga mengakomodir terkait kesejahteraan para petani. Melalui perlindungan lahan dan juga petani diharapkan menjadi sebuah upaya untuk menunjang kesejahteraan petani DIY.
“Di pedesaan dengan petani sangat banyak dan didominasi oleh usaha tani. Raperda ini melindungi tanah dan petaninya. Juga terkait kemiskinan yang jumlahnya sangat banyak, harapannya raperda ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang berprofesi sebagai petani,” lanjutnya.
Senada dengan ungkapan Guston, Anggota Pansus Nurcholis Suharman berharap raperda ini sinkron dengan berbagai aturan baik dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Petani yang memegang peran penting dalam ketersediaan pangan masyarakat, namun kesejahteraannya sendiri belum terjamin.
“Insentif petani harus benar-benar bisa dirasakan oleh para petani. Jika insentif berupa saluran irigasi, persyaratannya harus tidak berbelit dan menyulitkan. Kalau beasiswa pendidikan anak petani, juga harus jelas regulasinya dari kabupaten hingga ke pusat,” jelasnya.
Menurutnya Raperda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dibuat tidak hanya dari segi untuk kekuatan hukum saja. Keberadaannya dinilai harus mampu mengamankan stok pangan masyarakat DIY.
Hal ini dapat dilakukan dengan adanya lahan pertanian pangan yang bersifat permanen serta tidak dapat dialihfungsikan. Tentunya Nurcholis mengungkapkan bahwa konsekuensinya petani pemilik lahan harus mendapatkan insentif.
“Insentif untuk petani harus diperhatikan dan benar-benar dikawal. Hal ini juga semata untuk menjaga agar lahan bisa permanen dan tidak beralih fungsi,” ujarnya.
Hanum Salsabiela, Wakil Ketua Pansus menambahkan perlu adanya kejelasan terkait insentif bagi pemilik lahan maupun petani. Harapannya agar para petani dapat terjamin kesejahteraannya sehingga enggan menjual lahannya.
Pada kegiatan ini didapatkan hasil bahwa akan diadakan pengkajian kembali draf raperda. Hal ini dibutuhkan untuk menelisik kembali upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. (fda)
Leave a Reply