
Jogja, dprd-diy.go.id – Senin (12/02/2024) Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, S.T., M.Si. mengungkapkan bahwa tercatat ada 29.541 akta kematian terbit di seluruh DIY dalam rentang waktu periode Juni 2023 hingga 31 Januari 2024. Data penerbitan akta kematian tersebut memiliki potensi mengubah data pemilih pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024 nanti.
“Kulon Progo tercatat 3.811 orang, Bantul 6.777 orang, Gunungkidul 6.016 orang, Sleman 9.993 orang, Kota Yogyakarta 2.944 orang. Dari data tersebut bisa kita lihat bahwa ada potensi sejumlah 29.541 orang meninggal masih tercatat dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap),” ungkapnya.
Eko menemukan fakta dilapangan ada warga meninggal yang menerima undangan pemungutan suara di daerah Kotabaru TPS 1 dengan jumlah 2 orang. Contoh lain, di daerah Pringgokusuman TPS 23 ada 2 orang meninggal yang masih menerima undangan.
“Harapannya pemilih yang sudah meninggal dihapus dari DPT dan tidak menerima surat undangan. Tetapi fakta dilapangan KPU masih menerbitkan dan mendistribusikan surat undangan untuk pemilih yang sudah meninggal. Hal ini perlu dicermati agar surat undangan tidak disalahgunakan, karena tidak ada foto hanya nama yang tercantum di dalam undangan,” tegas Eko.
KPU DIY melakukan pemutakhiran data DPT pada bulan Juni 2023 lalu dan tidak diperbaharui setelahnya. Komisi A DPRD DIY sendiri sudah memberikan rekomendasi untuk dilakukan pemutakhiran kembali DPTmdengan menyusun DPT hasil perbaikan. Tetapi KPU DIY tetap menjalankan pemutakhiran data sesuai DPT yang disepakati tahun lalu.
“Kita harus mendukung KPPS untuk bisa mengembalikan surat undangan pemilih sudah meninggal agar tidak disalahgunakan. Kami ingatkan juga pula KPPS agar benar-benar netral dan cermat karena KPPS ini adalah garda terdepan,” tegasnya lagi.
Komisi A juga melihat bahwa Pemilu 2024 tidak sepenuhnya baik-baik saja. Ada berbagai hal yang menganggu rasa keadilan bagi masyarakat, diantaranya, Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MK) memberikan pemecatan serta pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK akibat pelanggaran etik berat di dalam putusan MK dengan perubahan usia calon capres dan cawapres.
“DKPP juga memberikan sanksi pada ketua KPU, teguran keras akibat pelanggaran etik yang dilakukan dengan menerima salah satu paslon dengan tidak mengindahkan dan tidak berkonsultasi ke DPR RI serta tidak melakukan perubahan PKPU setelah Keputusan MK yang sebelumnya juga ada pelanggaran etik. Ini sangat memprihatinkan dan menganggu rasa keadilan di masyarakat,” pungkas Eko. (fzn)
Leave a Reply