Jogja, dprd-diy.go.id – Danang Wahyu Broto, Ketua Komisi B DPRD DIY memimpin audiensi dari Real Estate Indonesia (REI) DIY. Audiensi yang diterima oleh Komisi B ini terkait dengan keluhan real estate mengenai percepatan bidang IMB.
Ilham Muhammad Nur, DPD REI DIY mengungkapkan bahwa pihaknya terbebani oleh biaya modal, jika produk semakin lama maka semakin besar juga biayanya. Pihaknya khawatir akan berdampak pada konsumen yang akan mendapatkan harga yang mahal. Menurutnya jika proses izin lebih cepat tentunya biaya menjadi lebih kecil dan konsumen akan mendapatkan biaya yang lebih murah.
Ia menyampaikan pihaknya sudah mengakomodir untuk percepatan bidang IMB, yakni izin ada di pertengahan tidak lagi di akhir. Di Kabupaten Sleman saat ini perda sudah mendapatkan nomor, perubahan peraturan bupati sudah ada nomornya, namun belum masuk sistem. Meskipun begitu sudah bisa dijalankan namun belum bisa digeneralisir.
Sementara di Kabupaten Bantul sudah tidak bisa, karena IMB produk terakhir merupakan produk dari Real Estate Indonesia DIY. Pihaknya meminta Pemerintah Kabupaten Bantul supaya dapat memroses output agar perizinan bisa disatukan, yaitu dokumen lingkungan dan site plan.
“Perizinan kami ini linier. Dan ini sangat penting karena kami pernah masuk BPN 4 kali, dan di sinilah bagi kami unitnya bisnis property yang dijalanin badan hukum kami. Antara izin dan kepemilikan melekat. Jika belum menjadi nama PT kami, pasti tidak akan keluar izin berikutnya,” lanjutnya, Kamis (03/06/2021).
Ilham mengatakan pihaknya mengusulkan Pemerintah Kabupaten Bantul supaya makam dapat dikonversi. Hal serupa yang sudah dilakukan di daerah lain seperti di DKI Jakarta, Kota Surabaya, Pemerintah Kabupaten Sleman.
“Kalau di Sleman kompensasinya Pemda menyediakan lahan, kita membayar restribusi. Kalau ibu kota berupa kompensasi atas nilai tanah 2% tadi, berapa perolehannya nanti akan disetorkan kepada Pemda (menjadi pemasukan). Kalau seandainya dilakukan, Pemda memberikan kemudahan pada masyarakat (ketika makam di beli pemda),” imbuhnya.
“Dari sisi pajaknya kami hitungannya ada 27% yang diberikan kepada negara, dari perolehan pertama hingga serah terima. Dari sisi lainnya kami memberikan ruang terbuka, paling kecil rata-rata diatas 40%. Sehingga sudah kami sediakan sekitar 40% karena ruang terbuka ini wajib dipenuhi oleh Pemda. Namun karena lamanya di proses awal, izin lokasi, harapannya kami bisa di fasilitasi,” lanjut Ilham.
Perwakilan Apresi Jateng-DIY, Bayu Rama Jati menyampaikan bahwa pada dasarnya permasalahan pokok yakni masalah perizinan. Ia berharap ada kemudahan dalam hal perizinan, sebab untuk rumah subsidi dana yang di keluarkan berkisar 10%.
“Sementara untuk transaksi rumah komersil mungkin itu tidak terasa. Namun untuk rumah subsidi ini jika 10-15 juta dikeluarkan akan memberatkan konsumen. Sehingga harapannya kami diberikan kemudahan dan kemurahan dalam perizinan,” ungkapnya.
Danang menanggapi bahwa pertemuan ini merupakan tahap awal yang akan dilanjutkan dengan pembahasan secara internal bersama pemerintah daerah yang dihadiri oleh DPPM DIY, Bappeda dan Biro Hukum terkait dengan masalah regulasi di DIY.
“Mengenai tanggapan dan masukan OJK maupun perizinan akan diberikan waktu. Mengenai MBR di Jogja, memang ketahanan pangan cukup memusingkan. Jika amanah Permendagri kita jalankan wilayah Jogja akan semakin habis. Namun pada dasarnya kita tetap pro rakyat untuk ketersediaan rumah, hanya saja komposisi terkait lahan kita yang perlu difikirkan kembali,” ungkap Danang.
Priyono dari Bank Indonesia menyampaikan terkait sektor makro bahwa tindakan yang terkait dengan aspek ini terjadi saat pandemi. Dari sisi kebijakan suku bunga Bank Indonesia menurunkan sampai dititik terakhir yakni 3,5 % sebagai suku bunga acuan.
“Suku bunga acuan ini diharapkan bisa diacu oleh perbankan. Namun memang perbankan untuk mengacu suku bunga yang ada perlu waktu dan perlu penyesuaian, bisa 3 atau 6 bulan. Sehingga penurunan suku bunga kredit dipantaukan kami. Sudah ada turunan, namun belum seperti yang kita harapkan. Selain dari sisi moneter, dari sisi penurunan suku bunga kami juga mendorong sektor properti, LTQ nya kami turunkan yaitu 0%, harapannya pengembang bisa mendapatkan kemudahan dalam mengakses kredit,” terang Priyono.
Jimmy Parjiman, Kepala OJK DIY menanggapi bahwa tingkat suku bunga acuan oleh BI sudah dihubungkan, namun transmisi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu terkait dengan stimulus, OJK mengikuti dengan menurunkan tingkat resiko terhadap kredit properti yang semula 100% untuk yang uang mukanya 30%.
“Sementara dari sisi ketentuan regulasi kami dari dulu tidak menghilangkan skim-skim produk yang ada di perbankan. Kami juga melakukan restrukturisasi kebijakan yang diperpanjang sampai dengan 31 Maret 2022. Terkait dengan skim yang ada di perbankan seharusnya tidak ada perubahan. Sehingga diperlukan kebijakan bersama (program) untuk perumahan seperti subsidi dari pemerintah, perbankan ada kredit dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, yang bisa bekerjasama dengan bank mitra (bank BUMN, bank BPD), ini bisa dimanfaatkan juga, dan bunganya tidak terlalu tinggi,” jelas Kepala OJK DIY ini.
Danang menegaskan bahwasanya Komisi B berprinsip agar perekonomian dapat berjalan beriringan dengan kesejahteraan rakyat. Ia mengakui bahwa permasalahan ini tidak mudah, sehingga memerlukan proses yang lebih panjang.
“Mengenai investasi di penanaman modal dan perizinan harapannya bisa berdiskusi dengan bappeda, dan stakeholder lainnya untuk bisa mencari solusi,” ungkap Danang sebelum menutup audiensi. (*)
Leave a Reply