
Jogja, dprd-diy.go.id – Wakil Ketua Pansus BA 21, Madiyono, S.E., MEK., memimpin jalannya public hearing Pansus BA 21 terkait Pengawasan Pelaksanaan Perda DIY No. 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta. Anggota Pansus BA 21, Christina Ari Retnaningsih dan juga Muhammad Syafi’i, S.Psi., turut mendampingi dalam kegiatan ini yang dilaksanakan di Ruang Banggar Lt. 2 DPRD DIY pada Selasa (23/07/2024).
Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum., selaku Plt. Pusat Studi Kebudayaan UGM, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi ini menyampaikan bahwa Sengkalan merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengimplementasian Tata Nilai Budaya Yogyakarta dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Sengkalan merupakan kronogram berbasis kearifan lokal yg memiliki nilai estetik tinggi yang seyogyanya dapat dilestarikan dan dikembangkan, seperti halnya Sengkalan Memet di Pagelaran Kraton Yogyakarta.
“Kalau kita melihat, Sengkalan itu masuk ke Tata Nilai Pendidikan dan Pengetahuan, Tata Nilai Bahasa dan juga Semangat Kejogjakartaan. Ini merupakan salah satu bukti, kenyataan, bahwa di Jogja ada Sengkalan seperti ini, dan belum begitu banyak dikenal,” ucap Sri Ratna.
Saat ini, Sengkalan Yogyakarta sudah diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia, namun tampaknya masih perlu digaungkan kembali, khususnya di Yogyakarta itu sendiri. Dengan adanya pembubuhan Sengkalan, dimungkinkan akan menambah rasa bangga bagi personal atau institusi yang menggunakannya. Namun pada kenyataannya, Sengkalan masih belum diprioritaskan, sehingga masih sangat dibutuhkan sosialisasi dan tindak lanjut guna lebih menggaungkan warisan budaya ini.
“Untuk menyosialisasikan Sengkalan ini, kita bisa mengadakan pameran berkala tentang Sengkalan yang dilengkapi penjelasan mendetail mengenai makna dan sejarah di balik setiap Sengkalan. Selain itu, dapat juga dilakukan kolaborasi dengan seniman lokal, sejarawan dan institusi untuk menciptakan Sengkalan atas berbagai bangunan dan peristiwa, kemudian didokumentasikan dan disebarluaskan informasi tersebut melalui media digital,” ujar Sri Ratna.
Melihat persoalan tersebut, nampaknya nilai budaya Jawa, khususnya Jogja, memang masih sangat perlu digaungkan. Yudho Prakoso, Jurnalis, mengungkapkan bahwa bahasa Jawa ini menjadi persoalan dalam mengintegrasikan bahasa Jawa dan budaya Jawa ke dalam kurikulum pendidikan sekolah, di mana keberadaannya diharapkan menjadi muatan lokal dan utama.
“Dalam bahasa Jawa itu penuh makna. Bahasa Jawa itu kaya lho sebetulnya, tetapi dalam second language kita akan terbentur pada pemaknaan bahasa. Ini yang menjadi persoalan bagi kita, bagaimana bahasa Jawa atau budaya Jawa ini menjadi muatan lokal dan major dalam hal pelajaran di sekolah,” jelasnya.
Lebih lanjut, perwakilan Dewan Pendidikan Kabupaten Bantul, Muhammad Irfan Halimi juga mengomentari terkait pentingnya bahasa Jawa ini dimasukkan dalam kurikulum sekolah agar anak didik dapat lebih mengerti dan memahami tentang Tata Nilai Budaya Jogja.
“Ini membutuhkan satu gerakan yang sistematis, dan saya kira dunia pendidikan itu mampu merubah segala hal, termasuk dalam hal untuk menyampaikan nilai-nilai Adiluhung Yogyakarta ini, harus betul-betul dimasukkan dalam kurikulum yang nyata di Jogja,” tegas Irfan.
“Ini bagaimana kemudian misalnya untuk guru-guru bahasa Jawa secara periodik di-upgrade, dikumpulkan, dihadirkan pakar untuk memberikan konten-konten ini kemudian nanti dapat diteruskan kepada anak didiknya. Syukur kalau ini kemudian diberikan kurikulum. Saya kira kurikulum bahasa Jawa di Jogja bisa disusun sendiri dengan mempertimbangkan kekhasan kearifan lokal Jogja, dan ini saya kira sudah menjadi hal yang sangat urgent dilakukan secepatnya dengan anggaran yang memadai. Nah, ini mohon bisa dianggarkan, sehingga saya kira dengan nilai-nilai Adiluhung ini bisa diinternalisasikan pada anak-anak didik dengan berbagai dukungan, ini saya kira akan memperbaiki karakter masyarakat Jogja dimulai dari anak-anak kita,” imbuhnya.
Pada akhir diskusi, Madiyono berharap agar kemanfaatan dari pansus ini nantinya bisa dirasakan, terutama dalam pengambilan bagian untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya Ngayogyakarta Hadiningrat. Aspirasi-aspirasi yang telah diterima akan menjadi catatan dan bahan rekomendasi yang akan ditindaklanjuti.
“Mudah-mudahan nanti dari Dinas Provinsi untuk bisa men-support. Nah, ini saya kira menjadi bagian yang dapat didengar langsung, sehingga apa yang nanti akan menjadi program ke depannya itu bisa sesuai dengan harapan-harapan kita yang pada siang hari ini kita ungkapkan. Dan tentu saja, kami yang mendapat ketugasan untuk Pansus ini nanti bisa memberikan kemanfaatan, terutama dalam ikut serta menjaga, melestarikan nilai-niliai luhur budaya Ngayogykarta Hadiningrat. Ini akan menjadi catatan kita yang mungkin menjadi bagian dari rekomendasi kami. Nanti kami sampaikan aspirasinya,” pungkas Madiyono. (dta)
Leave a Reply