
Jogja, dprd-diy.go.id – Pada tahun 2016 DPRD DIY mengesahkan Perda DIY Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Perda ini merupakan inisiatif DPRD DIY pada saat itu untuk mengatur terkait penyelenggaraan penyiaran media lokal dan media nasional di DIY.
Stevanus Christian Handoko, Ketua Pansus BA 13 Tahun 2021 mengatakan bahwa awal mula dibentuknya perda ini adalah untuk mendorong upaya pengawasan pengadaan penyiaran di DIY. Menurutnya tanpa adanya pengawasan dikhawatirkan media sebagai saluran informasi dapat merusak kebudayaan DIY.
“Baik buruk informasi semua dari media, tanpa ada pengawasan dari kita (DPRD DIY) ini sangat berbahaya dengan kebudayaan kita Indonesia. Perda ini tidak lepas dari ruh keistimewaan (DIY), harus ada konten lokal yang mendukung budaya keistimewaan DIY,” jelasnya dalam tayangan Aspirasi Rakyat Jogja Istimewa Jogja TV, (09/04/2021).
Terkait dengan dibentuknya pansus pengawasan ini Stevanus mengungkap tujuannya adalah untuk melihat pelaksanaan perda di lapangan. Ia berharap Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY dapat memantau peran media dalam melaksanakan perda ini.
“Harapan kami mau cek apakah sudah sesuai harapan, konten lokal sudah ada atau sudah sesuaikah. Terkait dengan pancasila, UUD, wawasan kebangsaan juga keistimewaan. Kami harap KPID melaksanakan tugasnya agar seusai dengan harapan pemerinah,” ungkap Anggota Komisi A DPRD DIY ini.
Stevanus menambahkan bahwa lembaga penyiaran juga memiliki tugas dalam mengelola konten lokal yang juga sesuai dengan pancasila. Harapannya dalam setiap konten penyiaran dapat ditonjolkan budaya yang saling menyatukan.
“Harapan kami itu yang ditonjolkan perbadaan bukan perpecahan. Harus sesuai juga dengan pancasila karena DIY ini adalah miniaturnya Indonesia. Penegakannya harus lebih kuat lagi,” kata Stevanus.
Tidak hanya konten lokal saja yang perlu dievaluasi dalam pelaksanaan perda, melainkan kesesuaian konten siaran dengan norma yang berlaku. Ia menambahkan dalam perda juga tertuang peran serta masyarakat dalam mengawasi konten penyiaran.
“Sebenarnya tidak hanya konten lokal tapi di perda ini juga perlu dilihat siaran kontennya apakah sesuai dengan norma yang berlaku. Di dalam perda ini juga ada peran serta masyarakat untuk bersama mengawasi dan memberikan aduan ke KPID jika ada yang tidak sesuai,” imbuhnya.
Ketua KPID DIY, Dewi Nurhasanah mengatakan bahwa dalam perda dimuat konten lokal setidaknya sebesar 10 persen dari durasi siaran harian. Ia mengatakan bahwa setelah ditinjau sejauh ini televisi lokal dan media lokal lainnya sudah mampu memenuhi angka tersebut. Ia menyebut bahwa televisi nasional yang berjejaring di DIY justru belum mampu memenuhi.
“Yang perlu kami tandai televisi nasional yang berjejaring di DIY. Kami lebih kepada pembinaan, kalau setelah dibina dan diminta klarifikasi masih melanggar, terpaksa kami berikan teguran,” jelasnya.
Dewi menambahkan tidak hanya durasi saja yang diperhatikan, melainkan penggunaan bahasa Jawa dalam siaran serta waktu tayangnya. Perda ini mengatur bahwa konten lokal harus disiarkan pada prime time atau mulai pukul 5 pagi hingga 9 malam.
“Ada yang sudah berusaha seperti menggunakan bahasa Jawa. Di perda siaran lokal ini harus ditayangkan di prime time. Nah ada beberpa yang tengah malam,” imbuhnya.
Menurutnya pihaknya merasa sangat dimudahkan dengan adanya Perda Penyelenggaraan Penyiaran DIY. Tanpa adanya perda ini pelaksanaan penyiaran oleh lembaga penyiaran ini tidak dapat terkontrol.
“Kami sangat merasa kinerja kami didukung dengan adanya perda. Di daerah lain televisi tanpa perda mereka sangat leluasa. Kami dapat perhatian dari pemda dengan adanya pergub juga,” ungkap Dewi.
Kepala Dinas Kominfo DIY, Rony Primanto Hari menegaskan pada dasarnya tugas KPID tidak hanya soal memantau konten penyiaran, namun memberikan pemahaman kepada lembaga penyiaran. Rony mengatakan konten yang disiarkan tentu harus bernuansa lokal dan akan lebih baik jika turut memberdayakan masyarakat lokal.
“Tidak hanya berbahasa lokal tapi juga bisa memberdaykan masyarakat lokal. Kita tidak hanya melaksanakan kontennya saja tapi juga dilibatkan dalam pembuatan kontennya. Seniman Jogja juga kan banyak,” tuturnya. (fda)
Leave a Reply