Jogja, dprd-diy.go.id – Pansus BA 23 Tahun 2022 kembali melanjutkan pembahasan draf Raperda tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa. Rapat kerja yang dipimpin langsung oleh Syukron Arif Muttaqin ini, juga dihadiri oleh Dinas Sosial, Biro Hukum, dan Dinas Kesehatan.
Rapat kali ini dibuka dengan membahas pasal 27 mengenai penanggulangan bunuh diri. Biro Hukum mengatakan setelah melakukan diskusi bersama dengan perangkat daerah terkait, dilakukan sedikit revisi untuk pasal 27 pada huruf c.
“Ada perbaikan bahasa yang awalnya penanganan tindakan dan percobaan bunuh diri namun dari hasil diskusi kami, antara frase penanganan tindakan dan percobaan bunuh diri konteksnya adalah satu kesatuan sehingga tidak dimaknai berbeda,” ungkapnya.
Menurut Biro Hukum konteks antara frase penangangan tindakan dan percobaan bunuh diri memiliki konteks yang sama secara substansif sehingga Biro Hukum meminta izin untuk mengubah menjadi penanganan tindakan bunuh diri.
Kemudian pada pasal 28, ditegaskan bahwa yang dapat melakukan pencegahan bunuh diri terbagi menjadi tiga, yaitu pemerintahan daerah, keluarga, dan masyarakat. Kemudian Biro Hukum menjelaskan pada pasal 28 ayat 2 ada sedikit koreksi.
“Pada awalnya kata lengkapnya adalah deteksi dini resiko bunuh diri kepada masyarakat. Namun frase masyarakat kami hilangkan karena konteks dan tujuannya tidak spesialis ke masyarakat,” ungkapnya.
Menurut Biro Hukum masyarakat adalah bagian dari pihak yang dapat melakukan pencegahan bunuh diri sehingga frasenya dibuat lebih umum menjadi deteksi dini resiko bunuh diri.
Pada rapat kali ini, Ni Made Wulan selaku perwakilan dari Kemenkumham memberi masukan untuk pasal 27, terkait dengan dihapusnya frase percobaan bunuh diri. Ni Made menyarankan untuk kata bunuh diri apabila itu suatu tindakan atau percobaan bunuh diri sebaiknya dimasukkan ke dalam batang tubuh.
“Kami sarankan, kalau memang bunuh diri yang dimaksud dalam konteks bunuh diri adalah suatu tindakan atau percobaan bunuh diri, sebaiknya dimasukkan saja ke dalam batang tubuh, menjadi bunuh diri meliputi tindakan dan atau percobaan bunuh diri,” usul Ni Made Wulan.
Menanggapi hal tersebut, Biro Hukum mengatakan masukan dari Kemenkuham cukup diakomodir di ketentuan umum saja.
Selanjutnya pada pasal 29, Biro Hukum menambahkan beberapa frase dan ayat yang menjelaskan mengenai siapa saja yang dapat melakukan tindakan penyelamatan bunuh diri.
Biro Hukum mengatakan, “Pada Pasal 29 ayat 1 kami coba merumuskan setiap orang dapat melakukan upaya tindakan penyelamatan tindakan bunuh diri apabila seseorang berada di situasi krisis dan berisiko melakukan bunuh diri.”
Kemudian untuk tindakan yang apa saja yang dilakukan dalam upaya pencegahan bunuh diri di breakdown pada ayat 2.
Biro Hukum menjelaskan, “Dalam pasal 29 ayat 2 dikatakan upaya penyelamatan tindakan bunuh diri dilakukan dengan cara menghubungi tokoh masyarakat, petugas keamanan, maupun posyankes dan public service center 119, atau melaporkan tindakan bunuh diri melalui sistem informasi kesehatan.” (jzm)
Leave a Reply