Pansus BA 23 Tahun 2022 DPRD DIY Bahas Penanggulangan Pemasugan

Jogja, dprd-diy.go.id – Panitia Khusus (Pansus) BA 23 Tahun 2022 melanjutkan pembahasan draft rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang kesehatan jiwa, Kamis (15/09/2022). Bertempat di lantai 2 ruang paripurna gedung DPRD DIY, rapat kerja ini dipimpin oleh Syukron Arif Muttaqin, S.E selaku ketua Pansus dan dihadiri OPD terkait.

Rapat kerja ini membahas salah satunya tentang pemasungan yang tertuang dalam draf raperda Pasal 21.

Grinda selaku perwakilan Biro Hukum DIY mengungkapkan bahwa dalam penyusunan draf raperda ini bersama dengan OPD terkait, substansi dari Pasal 21 terinspirasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Pemasungan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

 “setelah kami diskusi, ada beberapa hal yang menurut kami perlu diperbaiki,” ungkapnya.

Pasal 10 Permenkes 54 tertuang ‘Dalam penyelenggaraan penanggulangan pemasungan pada ODGJ Pemerintah Daerah provinsi memiliki tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan jejaring kerja dengan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) terkait serta melakukan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat maupun akademisi yang relevan’.

Namun hasil diskusi Biro Hukum dengan OPD terkait memiliki pandangan yang berbeda. Pihaknya menilai proses koordinasi dan jejaring tidak hanya terbatas pada 2 objek saja  tapi meliputi semuanya.

“Frase yang kami pilih adalah Pemangku Kepentingan,” ungkap Grinda.

Dalam draf bagian ketentuan umum, ditambahkan pula definisi dari pemasungan itu sendiri.

Heru Cahyo Romadhon dari Dinas Sosial yang turut hadir dalam kegiatan tersebut mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kondisi yang mengharuskan klien harus berada dalam sel isolasi.

“Bukan berarti mereka dipasung. Karena pada dasarnya mereka dalam sel isolasi karena dalam kondisi yang tidak bisa dikontrol sehingga jika mereka dikeluarkan akan membahayakan yang lain,” ungkapnya.

Sel isolasi yang dimaksudkan Heru  tidak berupa tempat pemasungan. Menurutnya tempat tersebut hanya sebagai tempat aman bagi para ODGJ secara sementara sampai kondisi mereka dapat terkontrol. Hal seperti ini mungkin juga terjadi di dalam lembaga kesejahteraan sosial ataupun balai rehabilitasi sosial dan merupakan salah satu prosedur yang ada.

“Karena kalo kita lihat dari defenisi yang ada, yang intinya pembatasan ODGJ terkait dengan layanan. Padahal itu merupakan salah satu bentuk upaya kami dalam mengamankan klien yang lain,” ungkapnya.

 Selaku Ketua Pansus, Syukron menanyakan terkait langkah pemerintah daerah apabila terjadi pemasungan di tengah masyarakat.

Merespon pertanyaan tersebut, Ummul Khair selaku  perwakilan dari Dinas Kesehatan DIY menerangkan bahwa ketika ada kasus pemasungan harus dilaporkan ke pihak stakeholder setempat baik itu puskesmas ataupun Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) yang ada di kecamatan.

“Ketika sudah dilaporkan maka akan dilakukan asesmen, dilakukan pendekatan kepada keluarga. Karena pada kenyataannya hampir sebagian besar terjadi penolakan pada keluarga. Karena pada kenyataannya hampir sebagian besar terjadi penolakan pada keluarga,” Jawab Ummul.

Ketika dilakukan pelepasan atau penanganan pemasungan, dilakukan pemeriksaan fisik dan mental. Ketika memang kasus itu harus dirujuk ke RSU atau RSJ maka akan dilakukan evakuasi yang selanjutnya dilakukan tatalaksana untuk kasus pemasungan.

“Untuk keluarga diberikan informasi, edukasi, ataupun psykoedukasi kepada keluarga bagaimana cara merawat pasien ODGJ, bagaimana tentang kesehatan jiwa agar tidak terjadi re-pasung kembali,” tambah Ummul.(Ys)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*