Sambangi DPRD DIY, Gamavo UGM Tuntut Hak Identitas Anak Berisiko

Jogja, dprd-diy.go.id – Pengurus BEM KM Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan audiensi bersama Komisi D DPRD DIY. Diterima oleh Ir. Imam Taufik, Sekretaris Komisi D didampingi Hera Aprilia, S.Kom., M.Eng. Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga DP3AP2 DIY.

Koordinator Gadjah Mada Advocacy (Gamavo), Kevin Setio menyampaikan maksud dan tujuan pihaknya melakukan audiensi ini adalah membahas mengenai public hearing Gadjah Mada Advocacy BEM KM UGM terhadap hak identitas anak berisiko. Gamavo sendiri pernah bekerja sama dengan lembaga setempat yang menaungi anak-anak berisiko yang bernama Dream House atau Yayasan Rumah Impian Indonesia untuk melakukan srawung atau mendengarkan permasalahan yang terjadi terhadap hak identias anak berisiko.

Kevin memaparkan dari kegiatan srawung bersama Yayasan Dream House, pihaknya mendapatkan istilah anak berisiko. 

“Dari sana (Yayasan Dream House) pun kami sempat melakukan srawung atau mendengarkan keluh kesah mereka seperti apa, dari sana kita mendapatkan istilah anak berisiko. Kalau saya boleh mengutip dari kajian yang memang menjadi concern utama kita bahwa anak berisiko ini adalah anak yang tidak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat seperti pada umumnya anak-anak, tidak mendapatkan pendidikan dengan baik karena keluarga yang miskin, orang tua yang bermasalah, ditinggal orang tua sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak,” papar Kevin pada Jumat (16/12/2022).

Pihak Gamavo BEM KM UGM 2022 yang telah menyusun upaya-upaya advokasi yang dikemas dalam sebuah tuntutan. Sebagimana yang telah disampaikan Kevin, isi dari tuntutan tersebut antara lain pembaharuan produk hukum, melakukan upaya aktif dan partisipatif dengan lembaga yang berfokus terhadap isu tersebut, dan melakukan upaya pemetaan, mitigasi, dan perwujudan.

“Kita telah merumuskan tiga tuntutan terkait dengan policy brief pentingnya pemenuhan hak atas identitas anak berisiko. Pertama, kami menuntut bahwa DPRD sebagai legislator untuk membuat produk hukum terkait pembaharuan persyaratan Kartu Identitas Anak (KIA) yang mengedepankan kemudahan aksestabilitas. Kedua, melakukan upaya aktif dan partisipatif secara langsung kepada anak berisiko khususnya di daerah Sleman, Wonocatur, dan Jogoyudan serta keseluruhan daerah DIY dengan mempertimbangkan opsi bekerja sama bersama lembaga yang berfokus pada isu terkait dengan menyusun produk hukum yang sesuai. Ketiga, melakukan perencanaan terukur dalam jangka waktu tertentu untuk pemetaan, mitigasi, dan perwujudan resolusi permanen dalam rangka mengupayakan hak atas identitas anak berisiko,” ucap Kevin pada forum tersebut.

Menanggapi pemaparan yang telah disampaikan pihak Gamavo BEM KM UGM, Imam Taufik menyatakan bahwa memang sudah ada Perda Perlindungan Anak tetapi belum ada pasal yang menyangkut anak berisiko.

“Dari aspek regulasi, kita sudah punya Perda Perlindungan Anak. Tapi saya pernah mengikuti pansus untuk pengawasan perda itu. Pasal-pasal dalam perda tersebut memang belum ada pasal yang mengatur terkait dengan anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan, mereka lahir dari lingkungan seperti itu, seperti problem yang disampaikan tadi ada permasalahan pada identitas keluarga. Saya sudah memahami,” ungkap Imam.

Imam menyatakan bahwa 2023 akan membahas mengenai perda kependudukan yang dimana isu tersebut bisa dimasukkan dalam perda kependudukan.

“Terkait regulasi mungkin akan dilakukan revisi terhadap Perda Perlindungan Anak yang di situ akan diatur anak-anak berisiko. Walaupun di program pembentukan Perda 2023 direncanakan kependudukan bisa juga dimasukkan pada perda tersebut. Mungkin pada saat perda itu dibahas, sekiranya saya ikut serta dalam tim yang membahas perda itu. Mungkin masuk kedalam perda kependudukan akan lebih pas,” ujar Imam. (hfz)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*