
Jogja, dprd-diy.go.id – Pansus BA 30 Tahun 2021 melanjutkan pembahasan draf Raperda Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi pada Jumat (20/12/2021). Lilik Syaiful Ahmad, Ketua Pansus memimpin jalannya rapat yang juga dihadiri oleh Anggota Pansus lainnya.
Heru Purnomo dari Kanwil Kemenkumham DIY menjelaskan bahwa beberapa istilah dalam draf raperda belum konsisten. Seperti pada pasal 9 ayat 1 mengenai kewenangan Pemda DIY yang seharusnya menerangkan kewajiban sehingga kata ‘dapat’ diminta untuk dihapuskan.
Sementara dari Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan DIY menyampaikan bahwa keterangan kalurahan dan kelurahan harus selalu disertakan dalam draf. Menurutnya hal ini dapat menegaskan bahwa aturan ini ditujukan untuk kota dan kabupaten.
Widi Sutikno, Anggota Pansus mempertanyakan kembali eksekutif yang bertanggungjawab dalam pemberdayaan perkumpulan petani pengguna air (P3A). Pada pasal 50 sendiri dijelaskan mengenai cara pemberdayaan P3A, namun Widi masih membutuhkan penjelasan dinas yang dimaksud dalam pasal tersebut.
“Ini ada keterangan dinas, mengapa tidak langsung dijelaskan saja dalam pasal apakah Dinas Pertanian atau Dinas PUP-ESDM yang bertanggungjawab melakukan pemberdayaan,” ungkapnya.
Terkait dengan pengelolaan jaringan irigasi, pada bagian kelima ini dijelaskan bahwa pengelolaan meliputi kegiatan operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi. Reza Agung dari Biro Hukum DIY menjelaskan bahwa aturan mengenai pengelolaan jaringan irigasi ini mengacu pada pusat.
Dijelaskan pada pasal 25 bahwa pemda melakukan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier dilakukan secara swakelola. Reza menjelaskan bahwa swakelola ini dilakukan oleh pemda dengan melibatkan P3A.
Pada pasal 30 mengenai penggunaan air untuk irigasi langsung dari sumber air, dimuat bahwa dapat dilakukan tanpa mengubah kondisi alam, sumber air kecuali telah memperoleh persetujuan menteri. Pada pembahasan ini Lilik berharap agar tidak perlu diurus pusat, namun beberapa menjadi kewenangan daerah.
“Harapannya yang mengurus tidak hanya pemerintah pusat, tapi kita mau masuk di beberapa (kewenagan). Misalnya Sultan Mataram, tanpa harus menunggu kebijakan,” tuturnya.
Sementara Heru mengungkapkan bahwa dari semua ini bisa dilakukan intervensi dengan menggunakan kearifan lokal. Menurutnya pengaturan seperti ini tidak diperlukan.
Sedangkan Tito dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak mengatakan bahwa air yang bersumber dari sungai menjadi kewenangan (BBWS). Menurutnya siapa pun dapat mengambil dari sumber air.
Rapat pembahasan Raperda Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi ini akan dilanjutkan pada Rabu mendatang. Andriana Wulandari, Anggota Pansus mengatakan agar pada pertemuan selanjutnya rapat dapat diikuti oleh orang yang sama. (fda)
Leave a Reply