Sikapi Pernikahan Anjing dengan Adat Jawa, Forum Bela Budaya Sampaikan Tuntutannya pada Komisi D

Jogja, dprd-diy.go.id – Menyikapi soal viralnya peristiwa pernikahan dua ekor anjing menggunakan adat Jawa, Forum Bela Budaya Adat dan Tradisi Nusantara (FBBATN) temui langsung Komisi D. Melalui forum audiensi, pihaknya menyampaikan beberapa tuntutan terkait adanya peristiwa tersebut.

Pihaknya mengecam peristiwa pernikahan anjing yang merupakan sebuah pelecehan, penistaan, dan penghinaan terhadap budaya Jawa. Selain itu, disampaikan pula tuntutan agar kepolisian menindak tegas pelaku, penyebar konten, dan event organizer yang mengurus dan melaksanakan.

Terkait dengan beredarnya foto dan video dokumentasi pelaksanaan pernikahan anjing tersebut, FBBATN meminta agar dihapuskan (take down) guna meminimalisir tersebarnya penyimpangan budaya yang terjadi.

Pihaknya turut meminta agar pelaku atau pemilik yang merupakan staf kepresidenan dipecat dari ketugasannya. Terakhir, FBBATN meminta agar dilakukan Ruwatan Sengkala sebagai wujud permintaan maaf atas penyimpangan budaya ini.

“Bahwa dari pertemuan kita menggarisbawahi apa yang terjadi merupakan sebuah penistaan, sebuah pelecehan, sebuah penghinaan kepada adat tradisi budaya bangsa utamanya Jawa khususnya DIY, karena dalam acara tersebut memakai budaya atau adat Gagrak Ngayogjakarta itu menyakitkan,” ungkap Gede Mahesa, Ketua FBBATN, Jumat (21/7/2023).

Kepada Komisi D, pihaknya berharap agar tuntutan tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai ranah legislasi. Gede juga menginformasikan bahwa pekan depan FBBATN akan melaporkan pada kepolisian agar ditindak tegas.

“Perlu dukungan untuk menindaklanjuti dan mengecam atas tindakan tersebut sesuai dengan kapasitas sebagai anggota dewan,” harapnya pada Komisi D.

H. Koeswanto, S.I.P., Ketua Komisi D menanggapi bahwa Komisi D yang mengampu urusan kebudayaan juga merasakan keresahan yang sama. Menurutnya masih menjadi tugas bersama untuk mengedukasi masyarakat seputar kebudayaan Jawa.

“Kami selaku wakil rakyat pasti selalu di belakang jenengan semua, apalagi menyangkut budaya kita. Kami agak kecewa dengan masyarakat kita. Kenapa masyarakat kita orang Jawa tapi tidak paham (budaya). Bahkan orang luar negeri belajar, tapi mengapa generasi kita malah mengabaikan budaya itu,” Koeswanto mengungkapkan rasa prihatinnya atas kondisi yang ada.

Di sisi lain, Anggota Komisi D, Dr. R. Stevanus Christian Handoko, S.Kom., M.M. sangat mengapresiasi hadirnya forum bela budaya ini di tengah peristiwa yang terjadi. Ia pun juga menyampaikan rasa prihatinnya melihat adat dan budaya yang sakral diterapkan dalam situasi yang tidak seharusnya.

“Saya yakin banyak orang dan organisasi yang resah terhadap peristiwa ini. (Disayangkan) adat – adat, budaya – budaya (Jawa) yang sakral dipraktekkan pada hal yang tidak semestinya,” ungkap Stevanus.

Stevanus menambahkan bahwasanya di DIY sendiri sudah ada Perda DIY Nomor 3 Tahun 2017 tentang Kebudayaan. Aturan ini seharusnya lebih diperluas lagi sehingga bisa menjadi sumber edukasi bersama tentang kebudayaan.

“Bahkan (peristiwa) ini masuk perbuatan yang melecehkan, dan tidak menyenangkan. Ini juga sudah masuk di UU ITE. (Seharusnya) tidak hanya minta maaf, tapi kita harus mengajak pihak yang berwajib menindaklanjuti yang sesuai dengan ini. Kita dewan juga akan kolaborasi bersama untuk menjaga budaya,” tutur Stevanus. (fda)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*