Mahasiswa Universitas Brawijaya Kunjungi DPRD DIY Bahas Upah Minimum Provinsi dan Kesejahteraan Masyarakat DIY

Jogja, dprd-diy.go.id – Kedatangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang pada Jumat (11/08/2023) diterima oleh Komisi D DPRD DIY, H. Koeswanto, S.I.P., dan Dr. R. Stevanus Christian Handoko, S.Kom., M.M. Audiensi ini diselenggarakan di Ruang Rapat Paripurna Lantai 2  DPRD DIY dan membahas tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) di DIY dengan kesejahteraan masyarakatnya.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan mahasiswa menyampaikan kontradiksi yang terjadi dalam kesejahteraan masyarakat DIY.

“Meskipun DIY telah mencapai pencapaian positif dalam indikator kesejahteraan, seperti harapan hidup yang tinggi dan indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baik, namun UMP yang rendah menjadi perhatian utama.” ujarnya

Koeswanto menjelaskan bahwasannya dewan memiliki tiga fungsi pokok yang meliputi pengawasan, legislasi, dan penganggaran. Meskipun demikian, Ia menegaskan bahwa jika masuk ke dalam aspek teknis yang lebih mendalam, kegiatan yang dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tidak dapat diperintah atau diatur secara langsung oleh dewan. Ini mengacu pada batasan wewenang dewan dalam mengintervensi operasional dari setiap OPD.

Lebih lanjut, Koeswanto menjelaskan tentang struktur anggaran di DIY yang memiliki dua jenis anggaran yaitu APBD murni dan APBD keistimewaan. Ia mengungkapkan bahwa aturan undang-undang yang bisa dibahas dalam dewan terbatas hanya pada APBD murni, sementara dalam perencanaan APBD keistimewaan, dewan tidak terlibat secara aktif.

Dr. Stevanus menyoroti perbedaan data antara informasi yang dimiliki oleh mahasiswa dan data resmi yang dihasilkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda). Meskipun ada perbedaan ini, Ia berkomitmen untuk mengulas fenomena yang ada di DIY yang memiliki harapan hidup yang tinggi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang cemerlang, serta peringkat kebahagiaan tertinggi di Indonesia, namun di sisi lain terdapat UMP yang rendah.

Dr. Stevanus menjelaskan bahwa pengeluaran bulanan rendah, yang berkisar sekitar 500 ribu rupiah per kapita mungkin diakibatkan oleh faktor seperti kepemilikan sumber daya lokal seperti kandang sapi atau kambing, pertanian, dan sayur-sayuran. Hal ini dapat mempengaruhi kebutuhan pengeluaran bulanan. Meskipun demikian, statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengkategorikan beberapa wilayah sebagai miskin berdasarkan parameter tersebut.

Dr. Stevanus berpendapat bahwa inilah yang dapat dianggap sebagai “anomali” di Yogyakarta. Padahal, berdasarkan realitas lokal, pengeluaran bulanan yang rendah belum tentu langsung mengindikasikan tingkat kemiskinan yang signifikan, terutama jika ada faktor-faktor lokal yang mempengaruhi situasi tersebut. Stevanus menyadarkan bahwa parameter yang digunakan secara nasional mungkin tidak selalu mewakili gambaran keseluruhan situasi di daerah tersebut.

Dalam esensinya, Dr. Stevanus menggambarkan adanya perbedaan antara data statistik yang ada dan realitas kompleks di lapangan. Ia menekankan perlunya pengertian yang lebih holistik dalam menganalisis situasi kesejahteraan masyarakat DIY.

Dr. Stevanus juga memberikan nasihat kepada para mahasiswa untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara kelembagaan eksekutif dan legislatif. Dengan kata lain, Dr. Stevanus memberikan pemahaman baru bahwa audiensi ini memiliki fokus pada pembahasan umum dan bukan pada aspek teknis yang memerlukan persiapan lebih lanjut.

Dalam penyampaiannya, Dr. Stevanus berharap audiensi ini dapat memberikan ilmu baru dan bermanfaat bagi mahasiswa. Hal ini mencerminkan komitmen Dewan untuk memberikan informasi yang lebih tepat dan komprehensif kepada para mahasiswa yang berpartisipasi dalam audiensi. (ys)

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*